NENEK MOYANG ORANG ROTE ADALAH TURUNAN ORANG YAHUDI ?
Prof. DR. J. L. Henuk mengatakan
bahwa berdasarkan tulisan Mattula Ada yang diterbitkan di kompasiana pada 1
Nopember 2011 dengan judul “Ternyata Moyang Orang Maluku Adalah Bangsa Yahudi”.
Selanjutnya Pak Prof. Henuk mengatakan bahwa dalam tulisan ini
terbaca jelas bahwa “Salah satu bukti kuat bahwa pada abad ke-1 M rempah-rempah
dari Maluku pernah dijual di Yerusalem, adalah karena pada tahun 33 M, beberapa
orang wanita Yahudi yaitu: Maria Magdalena dan teman-temannya membeli
rempah-rempah di pasar Yerusalem untuk mengawetkan jenazah Yesus (Markus 16:1).
Peluang lain orang Israel tiba di Maluku adalah pedagang-pedagang Israel datang
sendiri ke Maluku setelah mengetahui jalan ke Maluku dari para pedagang bangsa
China”. (http://media.kompasiana.com/buku/2011/10/31/ternyata-moyang-orang-maluku-adalah-bangsa-yahudi-406217.html). Pak Prof juga mengutip tulisan tertanggal 8 Juni 2013 yang berjudul sbb. :
“ASAL NAMA MALUKU DAN HUBUNGANNYA DENGAN KETURUNAN SUKU ISRAEL YANG HILANG”.
Beliau mengatakan bahwa pembukaan dari tulisan Abeytara tersebut di atas bahwa :
“Orang Rote mengenal nenek moyang mereka berasal dari suku-suku Israel yang
hilang yang datang ke Maluku dan orang-orang Yahudi Alfuros (dari suku Gad),
sebagian menyebar ke bagian barat, menyinggahi Pulau Rote dan menetap di Rote
bagian timur (Bilba) dan sebagian di Rote barat daya (Thie).⃰
Memang moyang orang Rote berasal dari Seram
(Maluku) pada permulaan abad pertama Masehi dan moyang yang pertama dari Seram itu
bernama DAE DINI. Ia bersama isteri dan dua anak lelakinya, masing-masing adalah
DETA DAE dan MBAKI-MBAKI DAE. Walaupun sesuai dua tulisan yang dikutip oleh Pak
Prof. Henuk itu mengindikasikan bahwa orang Rote ada punya hubungan silsilah
dengan orang Yahudi, namun sepanjang ceritera para manahelo (penyair dan ahli
silsilah orang Rote) dan orang tua-tua, hanya mengatakan bahwa moyang orang
Rote berasal dari Seram (Maluku). Mungkin karena menurut dua penulis seperti
tersebut di atas bahwa orang Maluku ada punya hubungan silsilah dengan orang
Yahudi dan karena moyang orang Rote berasal dari Seram (Maluku) maka ditarik kesimpulan
bahwa orang Rote juga ada punya hubungan silsilah dengan orang Yahudi.
Menurut sebuah legenda di Rote (Thie),
bawa beberapa abad yang lalu di sebuah pelabuhan di Thie (Namo Tane), terdampar
sebuah kapal layar dan penumpangnya terdiri dari puluhan orang. Orang-orang ini
postur tubuhnya besar dan tinggi serta berkulit putih. Mereka ini, masyarakat
kenal dengan nama “Hatahori Ringge" (Orang Ringge). Kemudian mereka berintegrasi dengan
orang-orang Thie/Rote. Sebelum berintegrasi dengan orang Rote, mereka tinggal
di dua kampung dan kedua kampung itu dikenal dengan nama : Ringge dan Ndoko.
Kapal/perahu yang mereka bawa telah menjadi batu dan sampai kini dikenal dengan
nama “Batu Nafu”, yang berarti “Batu Berlabuh”. Nama “Ringge” mirip dengan nama
“Marengge”. Marengge adalah sebutan orang Rote untuk orang-orang “Negro”.
Walaupun nama mirip, namun orang Ringge berkulit putih sedang orang Marengge
(Negro) berkulit hitam. Apakah orang Ringge ada hubungannya dengan orang Yahudi
? Benar tidaknya hubungan silsilah antara orang Rote dengan orang Yahudi, hal ini dapat dijawab oleh para ahli, khususnya para ahli paleo antropologi.
Walaupun mungkin tidak ada hubungan silsilah
antara orang Rote dan orang Yahudi, namun budaya kedua komunitas/etnis ini, ada
beberapa aspek yang sama atau hampir sama. Saya kemukakan beberapa aspek antara lain sebagai berikut :
1.
Hukum waris
Menurut
Hukum Perkawinan Adat Masyarakat Rote Ndao, khususnya hukum waris, anak
perempuan tidak mendapat warisan. Ia hanya mendapat bahagian yang disebut
“lepakai” (terdiri atas : kakau lu’ak, tua bobo’ik, deta masik); lepakai adalah
sejenis hibah. Anak lelaki yang berhak atas harta usaha gono gini. Bila tidak
anak lelaki maka harta gono gini diwarisi oleh saudara lelaki ayah, bila orang
tua telah meninggal dan anak-anak perempuan telah kawin. Tidak berhaknya anak
perempuan atas warisan ayah itu, karena menurut adat harta seseorang tidak
boleh dibawa ke suku lain waktu kawin.
Hukum perkawinan cq. hukum waris dan cara pemilihan jodoh orang Rote hampir sama dengan orang Yahudi. Bedanya, orang Yahudi
bisa kawin dengan paralel coussin pihak ayah
maupun paralel coussin pihak ibu. {Isak kawin Ribka, anak Nahor—Nahor
adalah saudara Abraham dan Yakob kawin dengan anak-anak dari To’o-nya Laban
(adat Rote : tuti kalikek)}. Sedang orang Rote, perkawinan antara yang
berhubungan darah itu terjadi hanya di antara paralel coussin dengan cross cousin
(tuti kalikek). Perkawinan jenis ini sangat diingini dan dianggap ideal. Selanjutnya mengenai ahli waris
untuk anak perempuan orang Yahudi tercantum dalam Surat Bilangan pasal 27 : 1 – 11 : Dikatakan bahwa pada mulanya anak perempuan tidak berhak atas warisan. Namun Musa dihadapkan pada kasus anak-anak
perempuan Zelafehad yang meminta hak waris, karena Zelafehad tidak memiliki anak laki-laki (1 - 4). Secara
umum, ketika seorang ayah meninggal, anak-anak lelaki mendapat harta milik
ayahnya sedang anak perempuan tidak
mendapat warisan. Mereka (anak-anak
perempuan) hanya menerima bagian yang disebut hadiah saat mereka menikah. Bila
suatu keluarga hanya memiliki anak perempuan, maka harta warisan diberikan
kepada saudara laki-laki sang ayah. Mungkin karena anak-anak perempuan
Zelafehad merasa bahwa hal itu tidak adil, maka mereka menghadap Musa. Musa
yang mendengar keluhan anak-anak perempuan Zelafelad itu, membawa perkara itu
kepada Tuhan (5). Akhirnya ditetapkan bahwa bila suatu lekuarga tidak memiliki anak
laki-laki maka anaknya yang perempuan boleh mewarisi harta (8). Jika keluarga
itu tidak memiliki anak, maka harta
warisan itu akan dimiliki oleh keluarga terdekat (9-11). Namun di pasal 36,
Tuhan memberikan aturan yang mengharuskan anak-anak perempuan penerima warisan
untuk menikah dengan orang-orang sesuku, dengan tujuan agar harta warisan itu
tetap berada di suku itu, seperti jika sang ayah memiliki anak laki-laki.
2.
Gembala
Arti
gembala dalam bahsa Rote ialah manalolo atau dalam syair (kata paralel) disebut
mana tada tena do mana lolo bote
(penggembala kerbau atau pemisah domba/kambing). Biasanya gembala sangat sayang
kepada ternaknya sehingga ia selalu memperhatikan makan dan minum mereka. Di
mana ada rumput yang hijau dan air yang bersih, si gembala membawa ternaknya ke
situ. Bila dalam wilayahnya kekurangan rumput atau air maka si gembala membawa
ternaknya ke daerah lain yang ada rumput dan air. Di daerah baru itu ia membangun
pondok/lak untuk tinggal selama beberapa bulan. Rumah yang dibangun selama
dalam pengembaraan itu disebut “uma nggoro na’u” (harfiah : rumah kampung
rumput) maksudnya rumah dikampung yang berumput hijau. Semua itu dibuat oleh si
gembala karena kecintaannya pada ternaknya. Bila air yang ada berupa sumur maka
si gembala membuat palungan (ha’o/hako) untuk diisi dengan air. Pola sikap
gembala dalam memelihara ternaknya menginspirasi orang Rote, sehingga
tokoh/figur yang perhatiannya yang besar terhadap kehidupan keluarga dianggap
dan dihormati sebagai gembala, lalu digelar “mana tada tena do mana lolo bote’.
Kalau kita perhatikan kehidupan orang-orang Israel dalam mengurus ternak
mereka, khususnya Ibrahim dengan Lot, maka tidak beda dengan orang Rote. Orang
Israel pun mengagungkan peranan gembala, sehingga dalam Mazmur 23, Raja Daud
mengagungkan Tuhan sebagai gembalanya yang membaringkan dia di padang yang
berumput hijau dan membimbingnya ke air yang tenang.
3.
Sendal jepit
Dari
dahulu kala orang Rote sudah memproduksi sandal/sendal jepit, yang dibuat dari
daun lontar dan kulit kerbau atau sapi. Yang dibuat dari daun lontar
dianyam.dan yang dibuat dari kulit kerbau/sapi adalah sandal jepit. Tali jepit
itupun dari kulit, dibuat halus. Yang pertama kali menemukan sandal jepit
adalah orang Rote. Mungkin waktu Jepang menjajah Indonesia, mereka tertarik
pada penemuan orang Rote itu, lalu mereka membuat sandal jepit dari
getah/plastik. Orang Yahudi pun telah memproduksi sandal jepit dari dahulu
kala, sama dengan orang Rote. Namun, tidak mungkin kedua komunitas ini saling
menjiplak karena timbulnya media elektronik maupun media cetak kemudian dari
penemuan sandal sehingga hasil produksi masing-masing tidak pernah dipromosikan
melalui mas media.
4.
Ulu
Bila
salah seorang meninggal di negeri lain/rantau dan belum bisa dibawa pulang
jenazahnya, maka ia boleh dikuburkan di negeri tersebut. Tetapi kemudian tulang
belulangnya harus dibawa pulang ke tanah leluhur. Atau jika meninggal tetapi
jasadnya tidak diketemukan, maka sesuatu barang miliknya, berupa pakaian,
tempat sirih, topi atau foto, harus dibawa ke tanah leluhur. Baik tulang
belulang atau barang-barang milik mendian itu disebut “ulu”. Setelah sampai di
tanah leluhur, tulang belulang itu dikuburkan disertai acara, layaknya acara
orang mati.
Sesuai
Kitab Kejadian 47 : 30, Yakob berpesan kepada anak-anaknya agar bila ia mati,
harus dibawa kembali ke tanah leluhurnya untuk dikuburkan di sana.
5.
Nekembimbili
Pada saat
memanen padi atau botok, pemilik sawah/ladang mengijinkan orang lain (balu,
duda, fakir miskin dan yatim piatu) untuk boleh memungut bulir-bulir padi/botok
yang tertinggal dipanen oleh penuai. Memungut sisa-sisa padi/botok orang lain
untuk menjadi milik si pemungut seperti itu, disebut nekembimbili
(ne’embimbili). Bulir-bulir yang tertinggal itu terjadi karena tidak sengaja
ataupun disengajakan oleh pemilik sawah/ladang agar fakir miskin dan balu duda
serta yatim piatu dapar memungut dan memilikinya.
Adat
orang Rote seperti tersebut di atas tedapat juga pada orang Yahudi. Dalam Kitab
Rut (2 : 2-9), Boas mengijinkan Rut (janda) untuk boleh memungut (nakambimbili)
jelai-jelai yang tertinggal/sisa dipanen oleh anak buah/pekerja Boas.
6.
Sanksi
bagi pencuri hewan
Sebelum
adanya lembaga “bui”, di Rote, bila seseorang mencuri hewan maka pengadilan
adat menjatuh hukuman yang disebut “nggeu buluk” (cukur bulu, maksudnya
memiskinkan), yaitu suatu hukuman yang berat dengan cara mengganti hewan dengan
jenis yang sama sebanyak 2 sampai 3kali lipat.
Adat yang
sama terdapat juga pada orang Yahudi. Bedanya, orang Rote 2 atau 3 kali lipat
untuk semua jenis hewan, sedang orang Yahudi untuk kerbau 5 kali lipat dan
untuk domba 4 kali lipat (Kitab
Keluaran 22 : 1).
7.
Isteri mandul
Menurut
hukum adat Rote, bila isteri mandul maka bisa terjadi perceraian. Untuk menghindari
perceraian karena isteri mandul, maka suami isteri menempuh beberapa cara
sebagai berikut : a). Isteri mengijinkan suami untuk boleh menambah isteri; b).
isteri mengijinkan suami untuk boleh netiak (hubungan gelap dengan perempuan
lain); c). Isteri mengijinkan suami untuk boleh meniduri seseorang perempuan
dari suku lain yang tinggal dengan mereka.
Rupanya
solusi dari suami isteri untuk mendapatkan anak pada butir c, sama dengan
budaya bangsa Yahudi sehingga Sarai mengijinkan Ibrahim meniduri Hagar.
8.
Livirat
Perkawinan livirat atau ganti tikar, dalam bahasa Rote
disebut “lenggu bara sinik” atau “palu anak”atau “lenggu rali anak”, yaitu bila
suami meninggal maka sesuai adat sijanda bisa kawin dengan salah seorang lelaki
saudara si alamrhum. Adat ini terdapat juga pada orang Yahudi, tercanum dalam
Kitab Bilangan 25 : 5.
9.
Tulang/remah-remah
untuk anjing
Orang Rote katakan “mba duik busa enan”
(harfiah : tulang daging milik anjing). Sementara bersantap, biasanya anjing
duduk menunggu di dekat meja makan. Bila ada tulang/sisa makanan yang dibuang
atau jatuh maka para anjing berebutan.
Rupanya hal ini berlaku juga pada bangsa Yahudi
seperti terdapat pada Injil Matius 15 : 26 dan 27. [26. Tetapi Yesus menjawab :
“Tidak baik mengambil roti yang telah disediakan bagi anak-anak dan
melemparkannya kepada anjing”. 27. Kata perempuan itu : “Benar Tuhan, namun
anjing itu makan
remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”]
remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”]
10. Harta pusaka nenek moyang
Menurut tradisi orang Rote, harta pusaka peninggalan nenek moyang tidak boleh dipindahtangankan cq. tidak boleh diperjuabelikan karena hal itu mendatangkan malapetaka bagi yang menjualnya, dalam bahasa Rote, disebut "nano'i". Adat ini pun terdapat pada orang Yahudi. Dalam kitab 1 Raja-Raja fasal 21 : 3, dst, raja Ahab meminta agar Nabot memberikan atau menjual kebun anggurnya kepada dia (Ahab) tetapi Nabot tidak mau karena takut mendapat celaka berhubung kebun anggur itu adalah peinggalan nenek moyangnya.
⃰Sumber kutipan:
Menurut tradisi orang Rote, harta pusaka peninggalan nenek moyang tidak boleh dipindahtangankan cq. tidak boleh diperjuabelikan karena hal itu mendatangkan malapetaka bagi yang menjualnya, dalam bahasa Rote, disebut "nano'i". Adat ini pun terdapat pada orang Yahudi. Dalam kitab 1 Raja-Raja fasal 21 : 3, dst, raja Ahab meminta agar Nabot memberikan atau menjual kebun anggurnya kepada dia (Ahab) tetapi Nabot tidak mau karena takut mendapat celaka berhubung kebun anggur itu adalah peinggalan nenek moyangnya.
⃰Sumber kutipan:
Y.L. Henuk
(Penulis/Editor, 2015). Rote Mengajar Punya Cerita. Penerbit Lembaga Penelitian
Universitas Nusa Cendana, Kupang & Paul A. Haning : Rote Ndao Rangkaian Terselatan Zamrud Katulistiwa/2013 dan Hukum Kekeluargaan/Waris Masyarakat Rote Ndao/2006..