TELUK AMAN LAI LONDA
DAN
HAK AMAN NEPE DAE
Agama asli orang Rote
Ndao disebut “Dinitiu”. Agama ini mempercayai beberapa dewa, di antaranya
adalah Ba’i Mana Adu (Pencipta), Mana Fe (Pemberi/Penyelenggara), Mana Ndu (Distributor),
Teluk Aman Lai Londa (Pengatur Air/Hujan), dan Hak Aman Nepe Dae (Pemangku
Bumi). Air merupakan kebutuhan yang vital bagi makluk hidup di bumi. Bila tidak
ada air maka binasalah makluk hidup di bumi. Teluk Aman Lai Londa (disingkat :
Teluk Aman), sebagai dewa langit sekaligus sebagai raja langit, punya kemampuan
untuk mengendalikan hujan, ia sebagai Dewa Air.
Dewa Bumi adalah Hak Aman Nepe Dae (disingkat : Hak Aman). Dewa ini
sebagai dewa sekaligus sebagai Raja Bumi. Hak Aman, adalah raja yang penuh bijaksana serta
sangat baik dalam menata bumi. Ia dengan rajin dan ulet membangun bangsanya.
Dalam memerintah dan mengelola bumi, Hak Aman telah menunjukkan kemampuannya.
Penduduk bumi hidup makmur penuh kemewahan karena pangan berlimpah ruah dan
ternak berlipat ganda. Segala kebutuhan hidup terpenuhi.
Namun, kemakmuran yang telah dicapai
oleh penduduk planet bumi dibawah kepemimpinan Hak Aman membuat mereka lupa
daratan. Mereka menjadi sombong dan tekebur. Mereka menjadi materialistis,
mengagungkan kebendaan dan hidup secara sekuler, serta meremehkan pengendali hujan, dewa langit. Mereka tidak sadari bahwa masih ada penguasa lain
yang bisa mencelakakan makluk hidup di bumi, bila diremehkan. Segala perilaku maupun kecongkakan Hak Aman serta rakyatnya diketahui oleh
Teluk Aman.
Pada suatu saat Raja Bumi (Hak
Aman) mengundang Raja Angkasa (Teluk Aman) berkunjung ke bumi. Undangan
tersebut disamping bermaksud sebagai kunjungan persahabatan, juga terselip niat
Hak Aman untuk menunjukkan kemakmuran dan kemewahan penduduk bumi kepada Raja
Teluk Aman. Undangan diterima dengan senang hati oleh Teluk Aman. Ia pun
berkemas lalu berkunjung kebumi. Ia disambut dengan penuh kebesaran.
Dalam kunjungan itu
teluk Aman menyaksikan kemakmuran dan kemewahan raja dan rakyat bumi. Ia
sengaja memuji-muji kehebatan dan keberhasilan Hak Aman dalam menata bumi. Hak
Aman pun turut bangga bahkan membanggakan diri.
Dalam pertemuan itu terjadi dialog singkat antara Teluk Aman dan Hak
Aman sebagai berikut :
Teluk Aman (TA) : “ Dari mana dan bagaimana sehingga Anda dan rakyat
Anda begitu makmur dan hidup mewah ?”
Hak Aman (HA) : (Sambil
memperlihatkan lengan) ”Lihatlah, tubuh kami sangat kekar; lengan kami yang besar dan betis kami yang kuat
mampu memberi kemakmuran dan kekayaan kepada kami.”
TA : “ Siapa yang mengendalikan alam ini serta menata iklim termasuk hujan
?”
HA : “ Alam ini ada karena memang dia ada dan hujan jadi dengan
sendirinya.”
TA : “ Menurut Anda masih adakah raja lain yang lebih agung kekuasaannya?”
HA : “
Tidak ada lagi.”
TA : “ Masih adakah oknum lain yang menguasai napas hidup seseorang ?”
HA : “ Hidup ini dapat kita kendalikan dan kematian yang dialami manusia
disebabkan karena ajal sudah sampai, bukan diatur oleh sesuatu kekuatan gaib.”
TA : “Kalau pada suatu saat hujan tidak turun dan terjadi kekeringan, apa yang Anda buat ?’
HA : “ Selama masih ada siang dan masih ada malam, selama itu pula tetap
terjadi musim hujan dan musim kemarau.”
Teluk Aman mengangguk-angguk mendengar tuturan Hak Aman itu, namun dalam
hati kecilnya ia merasa dongkol karena Hak Aman tidak mengetahui bahwa tamunya
itu adalah penguasa langit dan dialah yang sebenarnya
memberikan semua kekayaan bagi penduduk Bumi
melalui curahan hujan yang cukup dan tanah yang subur. Teluk Aman berpikir
dalam hatinya bahwa Hak Aman perlu dihajar, perlu disadarkan, dari mana ia
mendapatkan kemakmuran itu.
Sebelum pamit pulang,
Teluk Aman mengundang Hak Aman dengan mengatakan, “ Saya dan rakyat saya sangat
bahagia jika Anda bersedia berkunjung ke Angkasa, ke negara kami. Oleh karena
itu saya mohon dengan hormat kiranya Anda bersedia memenuhi undangan saya untuk
mengunjungi kami !” Hak Aman sangat senang mendengar undangan itu lalu berkata,
“ Saya pun telah bermaksud mengunjungi Anda dan rakyat Anda, semoga terlaksana
dalam waktu singkat.” Teluk Aman pun pamit lalu kembali ke angkasa.
Setelah tiba waktunya, Hak Aman mulai melakukan kunjungan balasan ke
Angkasa. Sebelumnya disangkanya bahwa raja dan rakyat Angkasa menunjukkan
kemewahan mereka seperti apa yang telah dilakukan oleh dia bersama rakyatnya.
Dalam kunjungan itu raja dan rakyat Angkasa menyambutnya dengan meriah namun
penampilan mereka penuh kesederhanaan. Melihat penampilan raja dan rakyat
Angkasa yang sesederhana itu, maka Hak Aman memandang enteng serta meremehkan
mereka. Dengan sikap arogan Hak Aman melontarkan kata-kata penghinaan kepada Teluk Aman, “ Agaknya Anda dan rakyat
Anda hidup dalam kekurangan. Haruslah Anda akui bahwa materi membuat derajat
dan status seseorang menduduki tempat tertinggi dan ia
harus dihormati bahkan disembah.”
Sebenarnya secara tersirat Hak Aman merasa bahwa dengan kondisi ekonomi
rakyat Angkasa seperti itu, mereka harus takluk kepadanya. Teluk Aman menerima
cibiran itu hanya dengan senyum. Tetapi di dalam hatinya ia mengatakan, “Nanti
baru kau menerima hadiahnya, maksudnya hukumannya.”
Setelah
selesai acara kunjungan Hak Aman pun pamit untuk kembali ke Bumi. Sebelum
berpisah Teluk Aman mengatakan,” Saya senang sekali jika kita
kunjung-mengunjungi. Untuk itu jika Anda tidak berkeberatan, setelah tiga tahun
kemudian saya berkunjung lagi ke Bumi.”
Hak
Aman merasa senang bahkan merasa bangga atas kesediaan Teluk Aman untuk
berkunjung lagi ke Bumi. Dalam hatinya bahwa pasti Teluk Aman merasa kagum atas
kebesaran dan kewibawaannya. Dengan demikian Teluk Aman pasti menghormati
bahkan menyembahnya. Ia meremehkan Teluk Aman.
Hak Aman pun kembali ke
Bumi dengan rasa bangga. Ia bangga karena ia merasa bahwa ia yang paling kaya
di jagat ini dan tentu ia yang paling besar kuasanya pula. Sepeninggal Hak
Aman, Teluk Aman pun menutup semua pintu air di langit dan menurunkan panas
yang tinggi ke Bumi. Tiba-tiba suhu Bumi berubah. Terjadilah pemanasan global.
Planet Bumi yang begitu sejuk dan nyaman tiba-tiba berubah menjadi panas yang
sangat menyengat. Bumi kian hari kian bertambah panas. Hujan pun tidak lagi
tercurah ke Bumi. Tumbuhan dan tanaman mulai layu dan mati kekeringan. Hewan
pun mati bergelimpangan di mana-mana. Kelaparan mulai melanda buana.
Tanaman ludes dirongrong panas. Hewan pun mati disengat matahari. Bukan
saja hewan dan tumbuhan, manusia pun mati bergelimpangan di mana-mana,
meninggal disengat teriknya matahari, juga karena kekurangan pangan. Banyak sekali anak meninggal
karena menderita busung lapar.
Hak
Aman menyaksikan semua peristiwa ini dengan penuh haru. Ia pun mulai meratap.
Meratapi rakyatnya, hartanya/hewan-hewannya, bahkan dirinya. Karena sangat
susah ia pun tinggal kulit pembungkus kulit. Badannya yang kekar dan lengan
serta betisnya yang begitu besar dan kuat telah terkuras oleh pikirannya. Ia
mulai berpikir, apa sebabnya kelaparan menimpa Bumi. Sementara menerungi
nasibnya, ia teringat akan Teluk Aman. Ia berpikir apakah Teluk Aman senasib
dengan dia ataukah ia berada dalam keadaan sehat walafiat dan bahagia
sejahtera?
Selama tiga tahun penduduk Bumi disengat terik matahari dan ditimpa
kelaparan yang sangat dahsyat. Panas terik dan kelaparan tidak mengenal ampun.
Hewan, tumbuhan, dan sebagian besar penduduk Bumi telah musnah. Hak Aman
tinggal hanya menanti ajal saja.
Di dalam
ketidakberdayaannya Hak Aman masih merindukan kunjungan Teluk Aman. Batas waktu
kunjungan sesuai perjanjian pun tiba. Teluk Aman berkunjung lagi ke Bumi. Ia
tidak disambut dengan pesta pora dengan berbagai kemeriahan seperti
kunjungannya yang dulu. Ia disambut dengan ratap-tangis. Hak Aman meratap
karena bencana kelaparan yang mereka alami dan yang lebih meluluhlantakan
hatinya lagi ialah kawannya itu (Teluk Aman) tampak segar-bugar, sedang dia
tinggal kulit pemalut tulang.
Dengan nada yang sedih
Hak Aman bertanya kepada Teluk Aman, “Kawan, apa sebabnya kelaparan menimpa
Bumi ? Lihatlah keadaan kami. Segala harta kekayaan kami telah habis.” Hak Aman
bertanya lagi, “ Siapa yang sebenarnya berkuasa atas alam ini ? Berkuasa atas
hujan, matahari bahkan hidup manusia ?”
Melalui bencana yang dialaminya, ia sadar bahwa ia sendiri tidak sanggup
menolak bencana itu. Pasti ada sesuatu kekuatan di balik semua peristiwa itu.
Hal itulah yang ditanyakan kepada Teluk Aman.
Berkatalah Teluk Aman kepada Hak Aman,” Di alam ini terdapat seorang
penguasa. Dialah yang mengatur alam ini, dialah yang memberi hidup pada manusia melalui curahan air hujan. Dia itu adalah sang Raja
Angkasa. Dan menurut Anda siapakah sang Raja Angkasa itu ?
Setelah berpikir beberapa saat lamanya, dengan rasa malu dan penuh haru
Hak Aman menjawab, “Saya bodoh, saya kira semua kekayaan saya dan kebesaran
saya adalah hasil perjuangan saya sendiri tanpa kemurahan orang lain, tapi
sebenarnya berasal dari seorang penguasa yaitu Raja Angkasa dan raja itu adalah
Anda sendiri.”
Lebih lanjut Hak Aman katakan,” Kasihanilah saya dan rakyat saya. Saya
memohon kiranya saudara berkenan menghapus panas yang tengah melanda dunia
serta curahkan lagi hujan ke Bumi agar kami kembali hidup makmur dan
sejahtera.”
Mendengar itu Teluk Aman berkata, ”Kalau saudara telah akui kekuasaanku,
maka hendaklah saudara mengucapkan janji sebanyak tiga puluh kali untuk tidak
lagi menyangkal kekuasaan saya.” Hak Aman bersedia berjanji lalu dengan sikap
yang merendah ia mengatakan,”Yang berkuasa atas air
atau hujan adalah Teluk Aman.” Kalimat itu diucapkan sebanyak tiga puluh
kali.
Setelah itu Teluk Aman pun pamit lalu kembali ke Angkasa. Untuk memenuhi
harapan dan keluhan Hak Aman, pintu-pintu air di langit dibuka kembali dan
panas ke Bumi dikurangi pula. Lalu tumbuh-tumbuhan mulai subur kembali serta
hewan-hewan pun segar kembali serta mulai berkembang biak. Penduduk Bumi
kembali menjadi makmur.
Raja
dan penduduk Bumi telah sadar betul bahwa mereka dapat hidup dan sejahtera
berkat kemurahan orang lain yaitu Penguasa Angkasa.
Sejak saat itu dalam berjuang untuk mencari hidup mereka
selalu bersandar dan berharap pada Raja Angkasa, pada kekuatan gaib alam
atas.Untuk mendapatkan kesejahteraan material orang Rote menyembah Teluk Aman. Arti dari kata Teluk Aman adalah Ayah si Tiga.
Setelah masuknya
agama Kristen dengan ajaran Allah Tri Tunggalnya, mereka sadar bahwa Allah Tri
Tunggalnya orang Kristen lebih hebat dari dewa mereka (Teluk Aman = Ayah si
Teluk), lalu mereka beralih ke agama Kristen. Tuhan Yang Maha Esa atau Allah
Tri Tunggal, mereka sebut “Lamatua Kisek”; Tuhan Allah, mereka sebut “Mane Tua
Lain” (Raja Agung Semesta); Roh Kudus, mereka sebut “Dula Dalek” (Yang
terGambar di Batin atau Yang Menuntun Batin);
Tuhan Yesus, mereka sebut “Lamatuak Yesus”; Allah Bapa, mereka sebut
“Amak Mane Tua Lain”. Kini tidak ada lagi agama DINITIU di Rote Ndao. Memang
Tuhan adalah Raja Semesta. Kita harus selalu menyembah-Nya.