Kamis, 01 Juni 2017

  • Teluk Aman Lai Londa dan Hak Aman Nepe Dae



    TELUK AMAN LAI LONDA
                                                                                DAN
    HAK AMAN NEPE DAE


             Agama asli orang Rote Ndao disebut “Dinitiu”. Agama ini mempercayai beberapa dewa, di antaranya adalah Ba’i Mana Adu (Pencipta), Mana Fe (Pemberi/Penyelenggara), Mana Ndu (Distributor), Teluk Aman Lai Londa (Pengatur Air/Hujan), dan Hak Aman Nepe Dae (Pemangku Bumi). Air merupakan kebutuhan yang vital bagi makluk hidup di bumi. Bila tidak ada air maka binasalah makluk hidup di bumi. Teluk Aman Lai Londa (disingkat : Teluk Aman), sebagai dewa langit sekaligus sebagai raja langit, punya kemampuan untuk mengendalikan hujan, ia sebagai Dewa Air.
             Dewa Bumi adalah Hak Aman Nepe Dae (disingkat : Hak Aman). Dewa ini sebagai dewa sekaligus sebagai Raja Bumi. Hak Aman, adalah raja yang penuh bijaksana serta sangat baik dalam menata bumi. Ia dengan rajin dan ulet membangun bangsanya. Dalam memerintah dan mengelola bumi, Hak Aman telah menunjukkan kemampuannya. Penduduk bumi hidup makmur penuh kemewahan karena pangan berlimpah ruah dan ternak berlipat ganda. Segala kebutuhan hidup terpenuhi.
             Namun, kemakmuran yang telah dicapai oleh penduduk planet bumi dibawah kepemimpinan Hak Aman membuat mereka lupa daratan. Mereka menjadi sombong dan tekebur. Mereka menjadi materialistis, mengagungkan kebendaan dan hidup secara sekuler, serta meremehkan pengendali hujan, dewa langit. Mereka tidak sadari bahwa masih ada penguasa lain yang bisa mencelakakan makluk hidup di bumi, bila diremehkan. Segala perilaku maupun kecongkakan Hak Aman serta rakyatnya diketahui oleh Teluk Aman.
             Pada suatu saat Raja Bumi (Hak Aman) mengundang Raja Angkasa (Teluk Aman) berkunjung ke bumi. Undangan tersebut disamping bermaksud sebagai kunjungan persahabatan, juga terselip niat Hak Aman untuk menunjukkan kemakmuran dan kemewahan penduduk bumi kepada Raja Teluk Aman. Undangan diterima dengan senang hati oleh Teluk Aman. Ia pun berkemas lalu berkunjung kebumi. Ia disambut dengan penuh kebesaran.
             Dalam kunjungan itu teluk Aman menyaksikan kemakmuran dan kemewahan raja dan rakyat bumi. Ia sengaja memuji-muji kehebatan dan keberhasilan Hak Aman dalam menata bumi. Hak Aman pun turut bangga bahkan membanggakan diri.
              Dalam pertemuan itu terjadi dialog singkat antara Teluk Aman dan Hak Aman sebagai berikut :
    Teluk Aman (TA) : “ Dari mana dan bagaimana sehingga Anda dan rakyat Anda  begitu makmur dan hidup mewah ?”
    Hak Aman (HA)   : (Sambil memperlihatkan lengan) ”Lihatlah, tubuh kami sangat kekar; lengan   kami yang besar dan betis kami yang kuat mampu memberi kemakmuran dan kekayaan kepada kami.”
    TA : “ Siapa yang mengendalikan alam ini serta menata iklim termasuk hujan ?”
    HA : “ Alam ini ada karena memang dia ada dan hujan jadi dengan sendirinya.”
    TA : “ Menurut Anda masih adakah raja lain yang lebih agung kekuasaannya?”
    HA :  “ Tidak ada lagi.”
    TA : “ Masih adakah oknum lain yang menguasai napas hidup  seseorang ?”
    HA : “ Hidup ini dapat kita kendalikan dan kematian yang dialami manusia disebabkan karena ajal sudah sampai, bukan diatur oleh sesuatu kekuatan gaib.”
    TA : “Kalau pada suatu saat hujan tidak turun dan terjadi  kekeringan, apa yang Anda buat ?’
    HA : “ Selama masih ada siang dan masih ada malam, selama itu pula tetap terjadi musim hujan dan musim kemarau.”

            Teluk Aman mengangguk-angguk mendengar tuturan Hak Aman itu, namun dalam hati kecilnya ia merasa dongkol karena Hak Aman tidak mengetahui bahwa tamunya itu adalah penguasa langit dan dialah yang sebenarnya memberikan semua kekayaan bagi penduduk Bumi melalui curahan hujan yang cukup dan tanah yang subur. Teluk Aman berpikir dalam hatinya bahwa Hak Aman perlu dihajar, perlu disadarkan, dari mana ia mendapatkan kemakmuran itu.
    Sebelum pamit pulang, Teluk Aman mengundang Hak Aman dengan mengatakan, “ Saya dan rakyat saya sangat bahagia jika Anda bersedia berkunjung ke Angkasa, ke negara kami. Oleh karena itu saya mohon dengan hormat kiranya Anda bersedia memenuhi undangan saya untuk mengunjungi kami !” Hak Aman sangat senang mendengar undangan itu lalu berkata, “ Saya pun telah bermaksud mengunjungi Anda dan rakyat Anda, semoga terlaksana dalam waktu singkat.” Teluk Aman pun pamit lalu kembali ke angkasa.
             Setelah tiba waktunya, Hak Aman mulai melakukan kunjungan balasan ke Angkasa. Sebelumnya disangkanya bahwa raja dan rakyat Angkasa menunjukkan kemewahan mereka seperti apa yang telah dilakukan oleh dia bersama rakyatnya. Dalam kunjungan itu raja dan rakyat Angkasa menyambutnya dengan meriah namun penampilan mereka penuh kesederhanaan. Melihat penampilan raja dan rakyat Angkasa yang sesederhana itu, maka Hak Aman memandang enteng serta meremehkan mereka. Dengan sikap arogan Hak Aman melontarkan kata-kata penghinaan  kepada Teluk Aman, “ Agaknya Anda dan rakyat Anda hidup dalam kekurangan. Haruslah Anda akui bahwa materi membuat derajat dan status seseorang menduduki tempat tertinggi dan ia harus dihormati bahkan disembah.”
             Sebenarnya secara tersirat Hak Aman merasa bahwa dengan kondisi ekonomi rakyat Angkasa seperti itu, mereka harus takluk kepadanya. Teluk Aman menerima cibiran itu hanya dengan senyum. Tetapi di dalam hatinya ia mengatakan, “Nanti baru kau menerima hadiahnya, maksudnya hukumannya.”
    Setelah selesai acara kunjungan Hak Aman pun pamit untuk kembali ke Bumi. Sebelum berpisah Teluk Aman mengatakan,” Saya senang sekali jika kita kunjung-mengunjungi. Untuk itu jika Anda tidak berkeberatan, setelah tiga tahun kemudian saya berkunjung lagi ke Bumi.”
             Hak Aman merasa senang bahkan merasa bangga atas kesediaan Teluk Aman untuk berkunjung lagi ke Bumi. Dalam hatinya bahwa pasti Teluk Aman merasa kagum atas kebesaran dan kewibawaannya. Dengan demikian Teluk Aman pasti menghormati bahkan menyembahnya. Ia meremehkan Teluk Aman.
    Hak Aman pun kembali ke Bumi dengan rasa bangga. Ia bangga karena ia merasa bahwa ia yang paling kaya di jagat ini dan tentu ia yang paling besar kuasanya pula. Sepeninggal Hak Aman, Teluk Aman pun menutup semua pintu air di langit dan menurunkan panas yang tinggi ke Bumi. Tiba-tiba suhu Bumi berubah. Terjadilah pemanasan global. Planet Bumi yang begitu sejuk dan nyaman tiba-tiba berubah menjadi panas yang sangat menyengat. Bumi kian hari kian bertambah panas. Hujan pun tidak lagi tercurah ke Bumi. Tumbuhan dan tanaman mulai layu dan mati kekeringan. Hewan pun mati bergelimpangan di mana-mana. Kelaparan mulai melanda buana.
             Tanaman ludes dirongrong panas. Hewan pun mati disengat matahari. Bukan saja hewan dan tumbuhan, manusia pun mati bergelimpangan di mana-mana, meninggal disengat teriknya matahari, juga karena kekurangan pangan. Banyak sekali anak meninggal karena menderita  busung lapar.
             Hak Aman menyaksikan semua peristiwa ini dengan penuh haru. Ia pun mulai meratap. Meratapi rakyatnya, hartanya/hewan-hewannya, bahkan dirinya. Karena sangat susah ia pun tinggal kulit pembungkus kulit. Badannya yang kekar dan lengan serta betisnya yang begitu besar dan kuat telah terkuras oleh pikirannya. Ia mulai berpikir, apa sebabnya kelaparan menimpa Bumi. Sementara menerungi nasibnya, ia teringat akan Teluk Aman. Ia berpikir apakah Teluk Aman senasib dengan dia ataukah ia berada dalam keadaan sehat walafiat dan bahagia sejahtera?                     
             Selama tiga tahun penduduk Bumi disengat terik matahari dan ditimpa kelaparan yang sangat dahsyat. Panas terik dan kelaparan tidak mengenal ampun. Hewan, tumbuhan, dan sebagian besar penduduk Bumi telah musnah. Hak Aman tinggal hanya menanti ajal saja.
    Di dalam ketidakberdayaannya Hak Aman masih merindukan kunjungan Teluk Aman. Batas waktu kunjungan sesuai perjanjian pun tiba. Teluk Aman berkunjung lagi ke Bumi. Ia tidak disambut dengan pesta pora dengan berbagai kemeriahan seperti kunjungannya yang dulu. Ia disambut dengan ratap-tangis. Hak Aman meratap karena bencana kelaparan yang mereka alami dan yang lebih meluluhlantakan hatinya lagi ialah kawannya itu (Teluk Aman) tampak segar-bugar, sedang dia tinggal kulit pemalut tulang.
    Dengan nada yang sedih Hak Aman bertanya kepada Teluk Aman, “Kawan, apa sebabnya kelaparan menimpa Bumi ? Lihatlah keadaan kami. Segala harta kekayaan kami telah habis.” Hak Aman bertanya lagi, “ Siapa yang sebenarnya berkuasa atas alam ini ? Berkuasa atas hujan, matahari bahkan hidup manusia ?”
             Melalui bencana yang dialaminya, ia sadar bahwa ia sendiri tidak sanggup menolak bencana itu. Pasti ada sesuatu kekuatan di balik semua peristiwa itu. Hal itulah yang ditanyakan kepada Teluk Aman.
             Berkatalah Teluk Aman kepada Hak Aman,” Di alam ini terdapat seorang penguasa. Dialah yang mengatur alam ini, dialah yang memberi hidup pada manusia melalui curahan air hujan. Dia itu adalah sang Raja Angkasa. Dan menurut Anda siapakah sang Raja Angkasa itu ?
             Setelah berpikir beberapa saat lamanya, dengan rasa malu dan penuh haru Hak Aman menjawab, “Saya bodoh, saya kira semua kekayaan saya dan kebesaran saya adalah hasil perjuangan saya sendiri tanpa kemurahan orang lain, tapi sebenarnya berasal dari seorang penguasa yaitu Raja Angkasa dan raja itu adalah Anda sendiri.”
             Lebih lanjut Hak Aman katakan,” Kasihanilah saya dan rakyat saya. Saya memohon kiranya saudara berkenan menghapus panas yang tengah melanda dunia serta curahkan lagi hujan ke Bumi agar kami kembali hidup makmur dan sejahtera.”
             Mendengar itu Teluk Aman berkata, ”Kalau saudara telah akui kekuasaanku, maka hendaklah saudara mengucapkan janji sebanyak tiga puluh kali untuk tidak lagi menyangkal kekuasaan saya.” Hak Aman bersedia berjanji lalu dengan sikap yang merendah ia mengatakan,”Yang berkuasa atas air atau hujan adalah Teluk Aman.”  Kalimat itu diucapkan sebanyak tiga puluh kali.    
             Setelah itu Teluk Aman pun pamit lalu kembali ke Angkasa. Untuk memenuhi harapan dan keluhan Hak Aman, pintu-pintu air di langit dibuka kembali dan panas ke Bumi dikurangi pula. Lalu tumbuh-tumbuhan mulai subur kembali serta hewan-hewan pun segar kembali serta mulai berkembang biak. Penduduk Bumi kembali menjadi makmur.
    Raja dan penduduk Bumi telah sadar betul bahwa mereka dapat hidup dan sejahtera berkat kemurahan orang lain yaitu Penguasa Angkasa. Sejak saat itu dalam berjuang untuk mencari hidup mereka selalu bersandar dan berharap pada Raja Angkasa, pada kekuatan gaib alam atas.Untuk mendapatkan kesejahteraan material orang Rote menyembah Teluk Aman. Arti dari kata Teluk Aman adalah Ayah si Tiga.
              Setelah masuknya agama Kristen dengan ajaran Allah Tri Tunggalnya, mereka sadar bahwa Allah Tri Tunggalnya orang Kristen lebih hebat dari dewa mereka (Teluk Aman = Ayah si Teluk), lalu mereka beralih ke agama Kristen. Tuhan Yang Maha Esa atau Allah Tri Tunggal, mereka sebut “Lamatua Kisek”; Tuhan Allah, mereka sebut “Mane Tua Lain” (Raja Agung Semesta); Roh Kudus, mereka sebut “Dula Dalek” (Yang terGambar di Batin atau Yang Menuntun Batin);  Tuhan Yesus, mereka sebut “Lamatuak Yesus”; Allah Bapa, mereka sebut “Amak Mane Tua Lain”. Kini tidak ada lagi agama DINITIU di Rote Ndao. Memang Tuhan adalah Raja Semesta. Kita harus selalu menyembah-Nya.

    -----------------------------
  • Copyright @ 2013 Kultural Rote Ndao.

    Powered by Google +